Friday, 13 February 2015

Memahami Tentang Undang- Undang



Secara sederhana, dalam kehidupan sehari- hari undang- undang dapat diartikan sebagai kumpulan peraturan yang mengikat masyarakat yang dibuat oleh lembaga legislatif. Kemudian kalau kita lihat, dalam arti materiil undang- undang dapat diartikan sebagai keputusan penguasa yang dilihat dari isinya disebut undang- undang, isinya memuat peraturan yang mengikat umum. Sedangkan dalam arti formil undang- undang diartikan sebagai keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang- undang.

Undang- undang yang berisi berbagai peraturan yang mengikat secara umum sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang- undang mengatur bagaimana seharusnya manusia berbuat dan apa yang harus dan dilarang untuk dilakukan. Undang- undang adalah hukum, dengan adanya undang- undang diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan manusia, sehingga undang- undang harus diketahui oleh umum. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika seseorang mengatakan bahwa dia tidak tau bahwa apa yang ia lakukan diancam hukuman dalam undang- undang. Misalnya seseorang mencuri sepeda milik temannya dan kemudian ia membela diri dengan mengatakan bahwa dia tidak tahu bahwa mencuri sepeda itu dilarang dan diancam dengan hukuman dalam undang- undang. Jawabannya adalah " iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur" yaitu bahwa setiap orang dianggap tahu akan undang- undang, dan juga "ignorantia legis excusat neminem" yaitu bahwa ketidaktahuan akan undang- undang bukan menjadi alasan pemaaf. Jadi dalam contoh ini, pencuri sepeda tersebut harus dihukum.

Undang- undang tertidri dari tiga bagian, yaitu:
  1. Konsideran (pertimbangan). Bagian ini berisi pertimbangan- pertimbangan mengapa undang- undang ini dibuat. Pada umumnya diawali dengan kata "menimbang", "mengingat".
  2. Diktum (amar). Bagian ini berisi pasal- pasal.
  3. Ketentuan peralihan. Ketentuan peralihan berfungsi untuk mengisi kekosongan dalam hukum, yaitu dengan menghubungkan waktu yang lampau dengan sekarang. Jika terjadi suatu peristiwa dimana dalam undang- undang yang baru tidak mengaturnya sedangkan dalam undang- undang yang lama mengaturnya, maka ketentuan peralihan yang akan menghubungkan peristiwa yang baru terjadi dengan undang- undang yang lama sehingga undang- undang yang lama dapat berlaku. Lazimnya dalam ketentuan peralihan berbunyi "apabila tidak ada ketentuannya, maka berlakulah peraturan yang lama".





Daftar pustaka:
Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.



    

No comments:

Post a Comment