Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) sengaja penulis pisahkan dari postingan sebelumnya yang berjudul Cacat Kehendak dalam Pembuatan Perjanjian, sebab peyalahgunaan keadaan tidak ditemukan dalam KUHPerdata. Ketentuan penyalahgunaan keadaan sebenarnya sudah dicantumkan di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW), namun di Indonesia sendiri ketentuan ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, ajaran atau konsep mengenai penyalahgunaan keadaan sudah diterapkan oleh hakim dalam penyelesaian perkara di bidang hukum perjanjian di Indonesia. Dengan demikian, maka penyalahgunaan ada di dalam yurisprudensi.
Menurut Purwahid Patrik, penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya.[1] Sementara itu, Nieuwenhuis mengemukakan 4 syarat-sayarat adanya penyalahgunaan keadaan, sebagai berikut:[2]
a) Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), seperti: keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa kurang waras, dan tidak berpengalaman.
b) Suatu hal yang nyata (kenbaarheid)
Disyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup suatu perjanjian.
c) Penyalahgunaan (misbruik)
Salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu ataupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak melakukannya.
d) Hubungan kausal (causal verband)
Adalah penting bahwa tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup.
Lebih lanjut, Van Dunne membedakan penyalahgunaan keadaan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:[3]
a) Penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomis
Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomis adalah sebagai berikut:
(1) Satu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang lain;
(2) Pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian.
b) Penyalahgunaan keadaan karena keunggulan kejiwaan
Persyaratan-persyaratan untuk adanya penyalahgunaan keadaan kearena keunggulan kejiwaan adalah sebagai berikut:
(1) Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami isteri, dokter pasien, pendeta jemaat;
(2) Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lawan seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman, gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik dan sebagainya.
Salah satu contoh kasus penyalahgunaan keadaan dapat dilihat dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Putusan Nomor 3641/K/Pdt/2011. Inti dari perkara tersebut adalah pada waktu penggugat (pemoohon kasasi) berada di rutan Polda Metro Jaya (karena dipersangkakan melakukan tindak pidana korupsi, kejahatan perbankan, dan pemalsuan), datanglah seorang notaris (tergugat IV) menemui penggugat dan menyodorkan beberapa akta perjanjian yang harus ditandatangani oleh penggugat. Pengguat dijanjikan akan dibantu penangguhan penahanannya jika mau menandatangani akta-akta tersebut. Dalam keadaan tidak bebas ini, penggugat dengan terpaksa menandatangani akta-akta tersebut karena ada tekanan psikologis atau kejiwaan dalam diri penggugat.
Hakim yang memutus perkara ini dalam pertimbangannya pada intinya menyatakan bahwa penandatanganan perjanjian terjadi karena adanya penyalahgunaan keadaan atau kesempatan sehingga penggugat dalam keadaan tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Dalam putusan, hakim menyatakan perjanjian (akta-akta yang ditandatangani penggugat) batal.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cacat kehendak selain tejadi karena kekhilafan, paksaan, dan penipuan, juga terjadi karena adanya penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan ini tidak diatur dalam KUHPerdata, namun ada dalam yurisprudensi. Akibat hukum dari adanya penyalahgunaan keadaan dalam pembentukan suatu perjanjian adalah perjanjian dapat dibatalkan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 58.
[2] Niewenhuis, J.H., 1990, Hoofdstukken Nieuw Vermogensrecht, Derde Druk, Kluwer Deventer, hlm. 36.
[3] H.P. Panggabean, 2010, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Sebagai Alasan (Bau) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum Di Belanda Dan Indonesia), Liberty, Yogyakarta, hlm. 51-42.
No comments:
Post a Comment