Saturday, 27 June 2015

Memahami Fungsi Hukum Pidana



Mengenai fungsi hukum pidana, beberapa ahli hukum mengemukakan pendapatnya masing- masing sebagai berikut:


  1. Menurut pendapat Vos, hukum pidana berfungsi untuk melawan kelakuan- kelakuan yang tidak normal.
  2. Menurut pendapat Hart, fungsi hukum pidana adalah untuk menjaga keteraturan dan kesusilaan umum serta melindungi warga dari apa yang disebut asusila atau yang merugikan dan untuk memberikan perlindungan atas eksploitasi dari pihak lain, khususnya bagi mereka yang lemah karena masih muda, lemah fisik, pikiran atau pengalaman.
  3. Menurut Sudarto, fungsi hukum pidana dibagi menjadi dua, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata tertib dalam masyarakat. Sementara fungsi khusus yaitu melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi berupa pidana.
  4. Menurut Eddy O.S. Hiariej, fungsi hukum pidana dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Hal ini identik seperti apa yang diutarakan oleh Sudarto, karena Eddy O.S. Hiariej sependapat dengan Sudarto, namun lebih sederhana. Menurut Eddy O.S. Hiariej fungsi umum hukum pidana yaitu untuk menjaga ketertiban umum. Sedangkan fungsi khusus hukum pidana yaitu melindungi kepentingan hukum dan juga memberi keabsahan bagi negara dalam rangka menjalankan fungsi melindungi kepentingan hukum tersebut. Terkait dengan fungsi melindungi kepentingan hukum, yang dilindungi tidak hanya kepentingan individu tetapi juga kepentingan masyarakat dan kepentingan negara.  
Terkait fungsi hukum pidana ini, penulis sependapat dengan apa yang diutarakan Eddy O.S. Hiariej. Jika ditinjau secara umum, memang fungsi hukum pidana adalah menjaga ketertiban umum. Artinya dengan adanya hukum pidana, diharapkan suasana tertib dalam masyarakat senantiasa terwujud. Sedangkan secara khusus, hukum pidana melindungi kepentingan individu yang meliputi perlindungan terhadap nyawa, perlindungan terhadap harta benda, dan perlindungan terhadap kehormatan, juga melindungi setiap kepentingan masyarakat yang ingin dicapai serta kepentingan negara. Sementara mengenai memberikan keabsahan kepada negara dalam rangka menjalankan fungsi melindungi kepentingan hukum, dalam buku karangan Eddy O.S. Hiariej yang berjudul Prinsip- Prinsip Hukum Pidana, dijelaskan bahwa jika terjadi pelanggaran terhadap kepentingan hukum negara, masyarakat dan/ atau individu, maka dalam batas- batas yang ditentukan oleh undang- undang, negara dapat menjalankan alat- alat kekuasaannya untuk memberi perlindungan terhadap kepentingan hukum yang dilanggar.





Wednesday, 11 March 2015

Memahami Tujuan Hukum Pidana



Berbicara mengenai tujuan hukum pidana, ada tiga aliran yang akan menjelaskan mengenai tujuan hukum pidana, yaitu:

1. Aliran Klasik

Tujuan hukum pidana menurut aliran klasik adalah untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang- wenangan penguasa. Aliran klasik ini menekankan atau berorientasi pada perbuatan pidana (daad- strafrecht), bukan pada pelakunya. Dalam pemidanaan, aliran klasik pada prinsipnya hanya menganut single track system, yaitu sistem sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. 

Aliran klasik ini berpijak pada tiga piajakan, yaitu:
  • Asas Legalitas (Pasal 1 ayat 1 KUHP), yaitu bahwa tidak ada pidana tanpa adanya terlebih dahulu undang- undang yang mengaturnya.
  • Asas Kesalahan, yaitu bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukannya dengan sengaja atau kesalahan. Atau biasa disebut tiada pidana tanpa kesalahan.
  • Asas Pembalasan (Lex talionis), yaitu bahwa pidana sebagai pembalasan atas tindakan pidana yang diperbuat. 
Salah seorang tokoh dalam aliran klasik yang bernama Jeremy Bentham mengemukakan bahwa selain pembalasan, sifat- sifat penting dari pemidanaan adalah bermanfaat. Mengenai kemanfaatan ini, ada tiga kemanfaatan dari pemidanaan, yaitu:
  • Meningkatkan perbaikan diri pada pelaku kejahatan.
  • Menghilangkan kemampuan untuk melakukan kejahatan.
  • Memberi ganti rugi pada pihak yang dirugikan.
2.  Aliran Modern

Tujuan hukum pidana menurut aliran modern adalah melindungi masyarakat dari kejahatan. Tujuan ini berpegang pada prostulat le salut du people est la supreme loi yang berarti hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat. Aliran modern menekankan atau berorientasi pada pelaku.

Aliran modern berpijak pada tiga pijakan, yaitu:
  • Memerangi Kejahatan.
  • Memperhatikan Disiplin Ilmu Lain, yaitu bahwa dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan diperlukan disiplin ilmu lain seperti kriminologi, psikologi, dan lainnya. Tidak hanya ilmu hukum pidana saja.
  • Ultimum Remedium, yaitu bahwa hukum pidana merupakan sarana terakhir yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum. Atau dapat dikatakan bahwa hukum pidana merupakan jalan terakhir yang digunakan apabila sarana penegak hukum lain tidak berfungsi.
Antara aliran klasik dan aliran modern dibedakan sebagai berikut:
  • Aliran klasik hanya mengenal legal definition of crime, sedangkan aliran modern mengenal natural crime.
  • Aliran klasik beranggapan bahwa hanya pidanalah satu- satunya cara untuk membasmi kejahatan, sedangkan menurut aliran modern pidana saja tidak cukup membuat pelaku menjadi lebih baik, namun perlu memperhatikan disiplin ilmu lain.
  • Aliran klasik mengajarkan doktrin kehendak bebas pada setiap individu untuk melakukan atau tidak melakukan kejahatan, sedangkan aliran modern mengajarkan bahwa tingkah laku individu merupakan interaksi dengan lingkungan sebagai satu mata rantai hubungan sebab akibat.
  • Aliran klasik menghendaki adanya pidana mati terhadap kejahatan- kejahatan tertentu, sedangakn aliran modern tidak menghendaki dan ingin menghapus pidana mati.
  • Aliran klasik menggunakan metode anekdot, sedangkan aliran modern menggunakan penelitian atas pengalaman.
  • Sistem pemidanaan dalam aliran klasik adalah definite sentence, sedangkan aliran modern menggunakan sistem pemidanaan indeterminate sentence.
3. Aliran Neo- Klasik

Jika aliran klasik berorientasi pada perbuatan pidana dan aliran modern berorientasi pada pelaku perbuatan pidana, maka aliran neo- klasik berorientasi pada perbuatan pidana dan pelaku perbuatan pidana (daad- dader- strafecht).



Tuesday, 3 March 2015

Memahami Pembagian Hukum Pidana



Hukum pidana dalam pembagiannya, dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu meliputi sebagai berikut:

1. Hukum Pidana Materiil- Hukum Pidana Formil

Menurut van Hamel dalam leerboek-nya mengatakan: hukum pidana materiil menunjuk pada asas- asas dan ketentuan- ketentuan yang menetapkan pidana bagi yang melanggarnya. Sedangkan yang formil mengenai bentuk dan jangka waktu yang mengikat penegakan hukum materiil. Kemudian Vos mengatakan hukum pidana materiil termasuk Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan undang- undang khusus, regulasi dan ketentuan perundangan lainnya. Hukum pidana formil mengatur cara pelaksanaan hukum sampai hukum acara, yaitu proses hukum.


Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum., dalam bukunya yang berjudul Prinsip- Prinsip Hukum Pidana menuliskan bahwa hukum pidana materiil adalah keseluruhan hukum yang berisi asas- asas, perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang diperintahkan beserta sanksi pidana terhadap yang melanggar atau tidak mematuhinya. Sedangkan hukum acara pidana adalah hukum untuk melaksanakan hukum pidana materiil yang berisi asas- asas dan proses beracara dalam sistem peradilan pidana yang dimulai dari penyelidikan sampai eksekusi putusan pengadilan.

2. Hukum Pidana Objektif- Hukum Pidana Subjektif

Hukum Pidana objektif disebut juga jus poenale, sedangkan hukum pidana subjektif disebut juga jus puniendi. Vos mengutarakan pengertian hukum pidana objektif (jus poenale) dan hukum pidana subjektif (jus puniendi) sebagai berikut : jus poenale adalah aturan- aturan hukum objektif, yakni aturan hukum pidana. Hukum pidana materiil mengatur keadaan yang timbul dan tidak sesuai dengan hukum serta hukum acara beserta sanksi (hukum penintentiair) aturan mengenai kapan, siapa dan bagaimana pidana dijatuhkan.
Sedangkan jus puniendi dikatakan sebagai hak subjektif penguasa terhadap pemidanaan, terdiri dari hak untuk menuntut pidana, menjatuhkan pidana dan melaksanakan pidana.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum pidana objektif (jus poenale) dapat berupa hukum pidana materiil dan juga hukum pidana formiil. Sedangkan hukum pidana subjektif (jus puniendi) berupa hukum pidana formil.

3. Hukum Pidana berdasarkan Adresat

Pengertian adresat adalah subjek hukum yang ditujukan oleh suatu peraturan perundang- undangan. Agar lebih mudah memahaminya, diberikan contoh sebagai berikut:
- Seorang tentara bernama A pergi ke dalam sebuah pasar tradisional di kota Yogyakarta, kemudian di dalam pasar itu tentara tersebut menembaki beberapa pedagang yang sedang berjualan dan kemudian ia ditangkap.
Dari contoh kasus di atas, tentara yang bernama A tersebut diadili dengan menggunakan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan pengadilan yang mengadili adalah pengadilan militer bukan pengadilan negeri.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah mengapa seorang militer memiliki hukum pidana sendiri? Ada dua alasan untuk dapat menjawabnya, yaitu:
  • Sanksi pidana untuk kejahatan-kejahatan tertentu dalam KUHP dianggap tidak begitu berat bila dilakukan oleh seorang militer.
  • Ada beberapa perbuatan pidana yang hanya bisa dilakukan oleh seorang militer, misalnya kejahatan disersi.

4. Hukum Pidana Umum- Hukum Pidana Khusus

Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku bagi setiap orang sebagai subjek hukum tanpa membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Hukum pidana umum disebut juga hukum pidana dalam kodifikasi. 

Sedangkan hukum pidana khusus adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang secara materiil di luar KUHP dan secara formil diluar KUHAP. Hukum pidana khusus disebut juga hukum pidana diluar dikodifikasi. Hukum pidana khusus kemudian dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu hukum pidana khusus dalam undang- undang pidana, contohnya: Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang- Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Kemudian yang kedua yaitu hukum pidana khusus bukan dalam undang- undang, contohnya undang- undang narkotika. 

5. Hukum Pidana Nasional- Hukum Pidana Lokal- Hukum Pidana Internasional

Pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana nasional- hukum pidana lokal- hukum pidana internasional didasarkan pada wilayah berlakunya hukum pidana. Hukum pidana nasional merupakan ketentuan pidana yang berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di seluruh wilayah Indonesia. Hukum pidana nasional dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan presiden. bentuk hukum dari hukum pidana nasional adalah undang- undang. Hukum pidana nasional dimuat dalam KUHP dan undang- undang khusus.

Hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota. Bentuk hukum pidana lokal dimuat dalam Perda dan hanya berlaku di daerah tersebut.

Hukum pidana internasional secara sederhana dapat diartikan sebagai hukum pidana yang berlaku universal, tidak hanya dalam lingkup nasional maupun lokal. Menurut Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya yang berjudul Prinsip- Prinsip Hukum Pidana memberi definisi hukum pidana internasional sebagai seperangkat aturan menyangkut kejahatan- kejahatan internasional yang penegakannya dilakukan oleh negara atas dasar kerjasama internasional atau oleh masyarakat internasional melalui suatu lembaga internasional baik yang bersifat permanen maupun yang bersifat ad- hoc




Monday, 2 March 2015

Memahami Pengertian Hukum Pidana



Dalam memberikan definisi mengenai pengertian hukum pidana, beberapa ahli memberikan pengertiannya sendiri- sendiri sesuai dengan pemahamannya masing- masing. Pompe memberikan pengertian hukum pidana sebagai suatu keseluruhan dari peraturan- peraturan yang sedikit- banyaknya bersifat umum yang terdiri dari keadaan konkret, abstrak, dan aturan- aturan. Pengertian hukum pidana menurut Pompe tersebut sedikit sulit untuk dipahami. Kemudian menurut Moeljatno bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar- dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dialarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukannya. Kapan dana dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.

Dari sekian banyak pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh para ahli, definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., Hum., dalam bukunya yang berjudul Prinsip- Prinsip Hukum Pidana menurut saya (penulis) adalah yang paling mudah untuk dipahami. Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., Hum., mendefinisikan hukum pidana sebagai aturan hukum dari suatu negara yang berdaulat, berisi perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan, disertai dengan sanksi pidana bagi yang melanggar atau yang tidak mematuhi, kapan dan dalam hal apa sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksanaan pidana tersebut yang pemberlakuannya dipaksakan oleh negara.

Dari pengertian hukum pidana di atas (khususnya pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., Hum.,) dapat diketahui ataupun disimpulkan bahwa sanksi pidana pemberlakuannya dipaksakan oleh negara. Adanya sanksi yang dipaksakan oleh negara tersebut yang menjadi karakteristik hukum pidana yang juga membedakannya dengan bidang hukum lainnya.


Memahami Objek dan Tujuan Ilmu Hukum Pidana



Objek ilmu hukum pidana adalah aturan- aturan pidana positif yang berlaku di suatu negara.Yang dimaksud dengan aturan- aturan pidana positif yang berlaku di suatu negara (menurut van Hattum dan van Bemmelen dalam mengomentari pasal 1 ayat 1 KUHP) adalah aturan atau ketentuan pidana yang meliputi kitab undang- undang pidana, seluruh undang- undang pidana yang tertulis, umum maupun khusus, baik perundang- undangan yang dikodifikasi maupun tidak dikodifikasi. Ketentuan pidana yang dimaksud tidak hanya dalam pengertian formil tetapi juga dalam pengertian materiil.


Ketentuan pidana dalam pengertian formil berarti pembentukannya dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Ketentuan pidana dalam pengertian materiil adalah segala sesuatu yang mengikat dan berisi sanksi pidana dan pemberlakuannya dapat dipaksakan.

Di Indonesia yang menjadi objek ilmu hukum pidana adalah:

  1. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.
  2. Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana.
  3. Undang- Undang Pidana di luar KUHP. Contohnya: Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang- Undang Tindak Pidana Terorisme, Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang- Undang Tindak Pidana Pembalakan Liar, dan lainnya. 
  4. Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Undang- Undang lainnya (Diluar Undang- Undang Pidana dan Di luar KUHP). Contohnya: Undang- Undang tentang Narkotika, Undang- Undang tentang Perbankan, dan lainnya.
  5. Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Peraturan Daerah.
Kemudian setelah memahami objek ilmu hukum pidana perlu dipahami juga tujuan ilmu hukum pidana. Tujuan ilmu hukum pidana adalah untuk mengetahui objektifitas hukum pidana positif. Objektifitas hukum pidana positif dapat dilihat dari substansi hukum pidana positif yang mengatur mengenai perbuatan- perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang dibagi menjadi dua, yaitu ada yang bersifat sebagai Rechtdelicten(delik- delik hukum) dan ada yang bersifat sebagai Wetsdelicten(delik undang- undang). Rechtdelicten adalah perbuatan- perbuatan yang dilarang sebagai pelanggaran hukum sejak semula dianggap sebagai suatu ketidakadilan, maka perbuatan itu dilarang. Wetsdelicten adalah Perbuatan- perbuatan yang dilarang oleh pembentuk undang- undang dengan melihat perkembangan masyarakat.



Pengertian Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi



Berbicara mengenai hukum pidana masyarakat biasanya akan mengingat atau mengatakan mengenai hukuman, pelanggaran, kejahatan, dan lain sebagainya. Memang istilah- istilah tersebut terdapat dalam hukum pidana. Namun sebelum membahas mengenai apa itu hukum pidana, terlebih dahulu harus dipahami mengenai pengertian ilmu hukum pidana.

Jerome Hall memberi definisi ilmu atau teori sebagai hasil pemikiran yang memberi perhatian khusus terhadap ide- ide pokok dan pengetahuan dasar mengenai sesuatu. Kemudian beberapa ahli memberikan pandangannya atau definisi sendiri- sendiri mengenai ilmu hukum. John Finch yang menyatakan bahwa ilmu hukum adalah studi yang meliputi karakteristik esensial pada hukum dan kebiasaan yang sifatnya umum pada suatu sistem hukum yang bertujuan menganalisis unsur- unsur dasar yang membuatnya manjadi hukum dan membedakannya dari peraturan- peraturan lain. Berbeda dengan John Finch yang memberi pengertian ilmu hukum dengan kalimat yang cukup panjang, Hans Kelsen dan Jan Gijssels memberikan pengertian ilmu hukum dengan kata- kata yang bisa dikatakan cukup sederhana. Menurut Hans kelsen ilmu hukum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku dan bukan mengenai hukum yang seharusnya. Sedangkan menurut Jan Gijssels ilmu hukum adalah ilmu yang bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum. Dari pengertian yang sederhana tentang ilmu hukum tersebut di atas, dapat didefinisikan bahwa ilmu hukum pidana adalah ilmu yang menerangkan dan menjelaskan hukum pidana.

Ilmu hukum pidana memiliki hubungan yang sangat erat dengan kriminologi. Bahkan Prof. Dr. Eddy O. S. Hiariej, S.H., M.Hum. dalam bukunya yang berjudul Prinsip- Prinsip Hukum Pidana mengibaratkan ilmu hukum pidana dengan kriminologi adalah dua sisi dari suatu mata uang logam. Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata "crimen" yang artinya kejahatan dan "logos" yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.

Seorang ahli yang bernama Bonger, menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas- luasnya. Bonger membagi kriminologi menjadi 2 yaitu kriminologi murni dan kriminologi terapan. Kriminologi murni meliputi:
  1. Antropologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat.
  2. Sosiologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
  3. Psikologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
  4. Penologi, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
  5. Psikopatologi dan neuropatologi kriminil, yaitu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.
Sementara kriminologi terapan meliputi:
  1. Higiene kriminil, yaitu usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
  2. Politik kriminil, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi.
  3. Kriminalistik, yaitu ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.
Ilmu hukum pidana dengan kriminologi secara sepintas memang terlihat sama dan mungkin sulit untuk membedakannya. Namun secara mendasar ada perbedaannya, yaitu bahwa ilmu hukum pidana adalah ilmu normatif, sedangkan kriminologi adalah imu sosial.

Setelah dijelaskan mengenai pengertian ilmu hukum pidana dan kriminiologi, hubungannya, dan juga perbedaannya, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apa arti penting kriminologi bagi ilmu hukum pidana?  Arti penting kriminologi bagi ilmu hukum pidana adalah dalam rangka membantu negara untuk membuat undang- undang pidana atau pencabutan undang- undang pidana.






Monday, 16 February 2015

Memahami Tentang Kebiasaan dan Hukum Kebiasaan



Kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum yang mana merupakan sumber hukum tidak tertulis. Kebiasaan dapat diartikan sebagai tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap dalam masyarakat. Yang dimaksud perilaku tetap adalah perilaku yang diulang sehingga punya kekuatan normatif. Perilaku yang diulang ini dilakukan oleh banyak orang dan mengikat orang lain untuk melakukan hal yang sama karena timbul keyakinan bahwa hal itu patut dilakukan (die normative Kraft des Faktischen). Sehingga yang menjadi tolak ukur tingkah laku itu kebiasaan adalah kepatutan, bukan terulangnya tingkah laku. Patut tidaknya suatu tingkah laku bukan berdasarkan pendapat pribadi, tetapi pendapat masyarakat.

Kebiasaan sebagai salah satu sumber hukum dapat digunakan oleh hakim sebagai pertimbangan dalam membuat putusan. Perlu diingat bahwa hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan bahwa hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. Maka disini hakim tidak tidak terikat pada undang- undang sehingga kebiasaan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber hukum. Adapun kebiasaan dapat menjadi hukum kebiasaan apabila dirumuskan sebagai peraturan hukum dalam putusan. 

Selain dengan cara dirumuskan sebagai peraturan hukum dalam putusan, kebiasaan dapat pula menjadi hukum kebiasaan sebelum dikonstatir oleh hakim apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Syarat materiil. Yaitu adanya perilaku yang tetap dan diulang. Maksudnya adalah adanya suatu rangkaian perbuatan yang sama, yang berlangsung lama (longa et inveterata consuetudo)
  2. Syarat intelektual. Yaitu kebiasaan harus menimbulkan keyakinan umum (opinio necessitatis) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.
  3. Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan itu dilanggar.

Hukum kebiasaan tidak lepas dari adanya kelemahan- kelemahan. Kelemahan- kelemahan tersebut yaitu bahwa hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis sehingga tidak dirumuskan secara jelas dan sukar menggalinya. Selain itu karena bersifat beraneka ragam, maka hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum.



Friday, 13 February 2015

Memahami Tentang Undang- Undang



Secara sederhana, dalam kehidupan sehari- hari undang- undang dapat diartikan sebagai kumpulan peraturan yang mengikat masyarakat yang dibuat oleh lembaga legislatif. Kemudian kalau kita lihat, dalam arti materiil undang- undang dapat diartikan sebagai keputusan penguasa yang dilihat dari isinya disebut undang- undang, isinya memuat peraturan yang mengikat umum. Sedangkan dalam arti formil undang- undang diartikan sebagai keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang- undang.

Undang- undang yang berisi berbagai peraturan yang mengikat secara umum sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang- undang mengatur bagaimana seharusnya manusia berbuat dan apa yang harus dan dilarang untuk dilakukan. Undang- undang adalah hukum, dengan adanya undang- undang diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan manusia, sehingga undang- undang harus diketahui oleh umum. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika seseorang mengatakan bahwa dia tidak tau bahwa apa yang ia lakukan diancam hukuman dalam undang- undang. Misalnya seseorang mencuri sepeda milik temannya dan kemudian ia membela diri dengan mengatakan bahwa dia tidak tahu bahwa mencuri sepeda itu dilarang dan diancam dengan hukuman dalam undang- undang. Jawabannya adalah " iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur" yaitu bahwa setiap orang dianggap tahu akan undang- undang, dan juga "ignorantia legis excusat neminem" yaitu bahwa ketidaktahuan akan undang- undang bukan menjadi alasan pemaaf. Jadi dalam contoh ini, pencuri sepeda tersebut harus dihukum.

Undang- undang tertidri dari tiga bagian, yaitu:
  1. Konsideran (pertimbangan). Bagian ini berisi pertimbangan- pertimbangan mengapa undang- undang ini dibuat. Pada umumnya diawali dengan kata "menimbang", "mengingat".
  2. Diktum (amar). Bagian ini berisi pasal- pasal.
  3. Ketentuan peralihan. Ketentuan peralihan berfungsi untuk mengisi kekosongan dalam hukum, yaitu dengan menghubungkan waktu yang lampau dengan sekarang. Jika terjadi suatu peristiwa dimana dalam undang- undang yang baru tidak mengaturnya sedangkan dalam undang- undang yang lama mengaturnya, maka ketentuan peralihan yang akan menghubungkan peristiwa yang baru terjadi dengan undang- undang yang lama sehingga undang- undang yang lama dapat berlaku. Lazimnya dalam ketentuan peralihan berbunyi "apabila tidak ada ketentuannya, maka berlakulah peraturan yang lama".





Thursday, 15 January 2015

Sumber Hukum



Hukum berisi peraturan- peraturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah dari mana atau di mana hukum itu diketemukan? Di mana hakim dapat mencari hukum yang digunakan sebagai dasar putusan? Pertanyaan- pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh ajaran sumber hukum.

Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan atau menggali hukumnya. Dikatakan menemukan hukumnya karena yang menjadi sumber hukum merupakan ketentuan yang mempunyai kekuatan hukum (mengikat dalam hal konkrit atau mengikat umum). Sedangkan dikatakan menggali hukumnya karena belum tentu yang menjadi sumber hukum merupakan ketentuan yang mempunyai kekuatan hukum.

Algra membagi sumber hukum menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Sumber hukum materiil, yaitu tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial.

2. Sumber hukum formal, yaitu tempat darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber hukum formal ini berkaitan dengan bentuk dan cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Contohnya yaitu undang- undang, yurisprudensi, perjanjian antar negara, dan kebiasaan.

Di negara Indonesia sendiri, menurut TAP MPR no. III/MPR/2000 yang menjadi sumber hukum dasar nasional adalah pancasila. Berdasarkan pasal 7 ayat 1 Undang- undang no. 12 tahun 2011, hierarki perundang- undangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Undang- undang dasar 1945
b. Undang- undang/ PERPU
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah Provinsi
f. Peraturan Daerah kabupaten/ Kota.