Thursday 13 September 2018

Wanprestasi



Pada Postingan kali ini, penulis akan membahas mengenai wanprestasi. Tidak akan dibahas secara lengkap dan mendetail, tetapi penulis harapakan tulisan ini bisa memberikan pemahaman dan manfaat kepada pembaca.

a) Pengertian Wanprestasi 
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu wanprestatie yang berarti prestasi buruk. Di Indonesia sendiri, wanprestasi sering disamakan dengan cidera janji atau ingkar janji. Mengenai pengertian wanprestasi sendiri beberapa sarjana memberikan pendapatnya sebagai berikut:

  1. Menurut Subekti, wanprestasi adalah ketika debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya.[1]
  2. Menurut M.Yahya harahap, wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya.[2]
  3. Menurut I Ketut Oka Setiawan, wanprestasi adalah ketika debitur tidak mematuhi apa yang menjadi kewajibannya.[3]
Terkait wanprestasi ini, J.Satrio memiliki pendapat yang tentu berbeda dengan ketiga orang diatas atau lebih tepatnya bahwa ia membuat suatu kesimpulan. J.Satrio menyatakan bahwa mengenai perumusan wanprestasi itu sendiri, sekalipun ada perbedaan dalam cara merumuskannya, pada umumnya (secara garis besar) para sarjana merumuskan wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur salah atasnya.[4]

b) Bentuk Wanprestasi
Bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana diungkapkan oleh Subekti ada 4 macam, yaitu sebagai berikut:[5]
  1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
  3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.
  4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
c) Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi
Tidak dipenuhinya atau dilaksanakannnya prestasi oleh debitur tidak terjadi dengan sendirinya, tetap ada faktor yang menjadi penyebabnya. Abdulkadir Muhammad membagi faktor penyebab wanprestasi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:[6]

(1) Faktor dari luar
Faktor dari luar adalah peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan pada saat perjanjian dibuat tidak dapat diduga akan terjadi.

(2) Faktor dari dalam
Penyebab wanprestasi adalah kesalahan, baik disengaja maupun karena kelalaian. Kesalahan mempunyai dua pengertian, yaitu kesalahan dalam arti sempit dan kesalahan dalam arti luas. Kesalahan dalam arti sempit hanya mencakup kelalaian saja, sedangkan kesalahan dalam arti luas meliputi kesengajaan dan kelalaian. 

Kesengajaan adalah perbuatan yang tetap dilakukan walaupun diketahui dan memang dikehendaki oleh si pembuat kesalahan tersebut. Seseorang yang melakukan kesengajaan mengetahui akan kemungkinan akibat yang akan terjadi yang merugikan orang lain tetapi si pembuat kesalahan tetap melakukan perbuatan tersebut, sedangkan kelalaian telah dijelaskan dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demu perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

d) Akibat Hukum Wanprestasi
Atas terjadinya suatu wanprestasi tentu menimbulkan adanya akibat hukum. Yahya Harahap menyatakan akibat hukum dari wanprestasi adalah timbulnya keharusan atau kemestian bagi debitur untuk membayar ganti rugi atau dengan adanya wanprestasi oleh debitur, maka kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.[7] R. Soeroso mengungkapkan mengenai akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut:[8]
  1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.
  2. Dalam perjanjian timbal balik, wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata.
  3. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi seperti yang telah diatur dalam Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata. Ketentuan ini berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
  4. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim. Hal ini diatur dalam Pasal 181 ayat (1) HIR. Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara.
  5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 1267 KUHPerdata.




------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Subekti, 1979, HukumPerjanjian, Intermasa, Bandung, hlm. 45.
[2] M.Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hlm. 60.
[3] I Ketut Oka Setiawan, 2015, Hukum Perikatan, SinarGrafika, Jakarta, hlm. 19.
[4] J.Satrio, 2014, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, Dan Yurisprudensi Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 3.
[5] Subekti, Loc. cit.
[6] Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 12.
[7] M. Yahya Harahap, Op. cit, hlm. 60.
[8] R. Soeroso, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan, SinarGrafika, Jakarta, hlm. 28.

No comments:

Post a Comment