Friday, 28 November 2014

Memahami Sanksi dalam kaedah Hukum



Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sanksi dalam kaedah hukum berbeda dengan kaedah sosial lainnya, dalam arti bahwa terhadap pelanggaran atas kaedah hukum sanksinya tegas dan dapat dipaksakan. Yang dimaksud dengan sanksinya dapat dipaksakan disini adalah dilakukan oleh lembaga penegak hukum misalnya pengadilan. Misalnya siapa berhutang harus melunasi hutangnya dapt dipaksakan karena yang memberikan hutang dapat menggugat yang berhutang ke pengadilan dan setelah dijatuhi putusan dapat meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan yang berhutang kemudian dijual. Penyitaan dan penjualan yang terjadi ini diluar kemampuan yang bersangkutan. 

Sanksi diterapkan hanya jika terjadi pelanggaran terhadap kaedah hukum. Sehingga sanksi merupakan akibat dan bukan ciri hakiki hukum. Perlu diperhatikan bahwa tidak setiap kaedah hukum disertai dengan sanksi. kaedah hukum tanpa sanksi ini disebut lex imperfecta. Contohnya: Pasal 298 KUH Perdata yaitu bahwa seorang anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang tuanya. Ketentuan ini tidak ada sanksinya.

Selain itu tidak semua pelanggaran kaedah hukum sanksinya dapat dipaksakan. Ini terjadi dalam kewajiban yang  berhubungan dengan perikatan alamiah (obligatio naturalis). Perikatan alamiah merupakan perikatan yang tidak ada akibat hukumnya. Misalnya: hutang dalam perjudian. Hutang dalam perjudian. Karena judi merupakan perbuatan yang dilarang/ asusila maka tidak dapat dipaksakan untuk melunasi hutang. Orang yang hutang dalam perjudian tersebut tidak bisa dituntut ke pengadilan untuk melunasi hutangnya. Namun yang perlu dipahami bahwa siapa yang sukarela membayar hutang dalam perjudian tidak dapat menuntut kembali uang yang telah ia bayarkan. Membayar hutang dalam perjudian dianggap sebagai memenuhi perikatan alamiah.






Daftar Pustaka:
Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

No comments:

Post a Comment